Cerita Cinta Terpendam Penuh Hikmah!!!

Cerita Cinta/Kisah cinta disekitar kita sangatlah beragam, bahkan kisah cinta kita sendiri yang pastinya akan menjadi kenangan tersendiri bagi kita.

Seperti kisah cinta terpendam dibawah ini yang saya persembahkan untuk pembaca sekalian yang semoga kita bisa mengambil hikmahnya.


Senyum mengembang dibibir Ara, ketika ia sudah karam bersama sahabat diamnya. Menuliskan semua yang ingin ia ceritakan pada sebuah buku diary. Terbayang akan sosok yang ia cintai, mulailah jemari menari-nari di atas kertas putih...

4 Juni 2014

Aku senang bersamanya. Tuhan, bahagiakanlah dia slalu.
 Aku mencintainya.

Kembali Ara tersenyum-senyum sambil menutup bukunya dan kemudian merebahkan badan. Membayangkan betapa hidupnya senang sendainya  . . .yah . . .hanya seandainya saja. Tiba-tiba sebuah bunyi sms membangunkannya dari lamunan panjang.

“Ngapain Arka hujan-hujan  gini ke rumahku?” Sambil berlalu menuju ke pintu depan rumahnya. “Masuk Kak...ada apa? Kok hujan-hujan gini keluyuran?” Ara berjalan menuju dapur menyebarkan segelas teh hangat untuknya.

“Ah, bosan aja di rumah gak ada temen ngobrol. Tau sendiri kan orangtuaku lagi gak di rumah. La ibumu kemana?” Arka mengulurkan tangan meraih gelas.

Perbincanganpun semakin hangat tatkala ibu Ara turut bercengkerama bersama mereka. Keakraban mereka berawal ketika Ayah Arka yang bekerja sebagai Kepala Sekolah sebuah Sekolah Menengan Atas memutuskan untuk pindah rumah sesudah ia pun dipindah tugaskan ke sekolah di mana Ara bersekolah. Kini Ara dan Arka sekolah di kawasan yang sama bahkan rumah mereka pun berdampingan.

---------@@@@---------

“Ra, boleh gak saya main ke rumahmu? Boleh yah yah yah? Pinta Desi sahabat sebangku Ara di kelas dengan penuh harap.

“Tumben, biasanya kan kau lebih suka di rumah, gak doyan keluyuran.....kaya ulat yang lagi bertapa berharap jadi belalang, eh kupu-kupu hahahahah.” Ara tertawa menarik hati sahabatnya itu.

“Ah, km Ra. Bisa ajah...aku emang lagi semedi semoga dapet inspirasi gimana caranya biar deket ma kak Arka yag ganteng itu hiihihihihi.”

“Arka? Maksut loe?.” Ara mengernyutkan dahi sesudah mendengar nama Arka keluar dari lisan Desi.

“Iyah kak Arka. Arka Pranata Wijaya abang kelas kita. Yang dulu pindahan sekolah itu loh.” Jelas Desi.

“oh, jadi itu alasan kau mau main ke rumahku. Bukannya mau berguru tapi mau pedekate ke dia?”

“Hehe...”Desi hanya tertawa kecil sambil memegang kedua pipinya.

Sepanjang perjalanan pulang dari sekolah Ara tak lekas menuju ke rumah. Ia malah menuju ke taman dekat rumahnya. Ara menentukan duduk di rerumputan bawah pohon kemudian ia mengeluarkan sebuah buku bersampul biru dari dalam tasnya.

11 Juni 2014

Aku tak tahu mengapa ada sedikit kecemasan dalam hatiku. Seperti ada sesuatu yag menyumbat perasaan ini. Kan ku katakan pada awan yang mengitari kepalaku di langit sana, janganlah mendung menghampirinya, saya masih ingin menikmati terik matahari dibawah teduhnya.

“Ara . . .” bunyi dari kejauhan terdengar memanggilnya.

“Arka ?” secepat kilat Ara menutup bukunya dan pribadi memasukkan kembali ke dalam tasnya.

“Kok sendirian di sini? Tadi saya liat kau lagi nulis sesuatu coba liat donk !” Arka mencoba meraih tas Ara namun tak hingga menyentunya Ara pribadi mendekap tas tersebut.

“Oh, bukan apa-apa kok. Hm...lagi pingin ajah di sini.” Ara merebahkan badannya di atas hamparan rumput hijau disusul Arka mengikutinya merebahkan tubuh disamping Ara.
“Dulu,  sebelum ayahku tiada, kami sering ke sini hanya untuk melihat bintang-bintang. Kata Ayah lihatlah bintang  di langit sana,  bintang akan selalu bersinar. Bintang meski tak selalu tampak...tapi bintang akan selalu ada menyerupai cinta ayah pada Ara dan ibu.

“yah....beliau benar bintang memang tak akan selalu tampak tapi sesungguhnya ia akan selalu ada, menyerupai ayahmu meski ia tak sanggup lagi kau lihat tapi ia akan selalu ada dalam hatimu.”

Mereka banyak bercerita wacana perjalanan hidup. Bertukar pengalaman-pengalaman sebelum hasilnya mereka dipertemukan.

“oya, saya harus pulang khawatir ibu cemas menungguku.”
“ya udah pulang bareng yuk.” Ajak Arka menarik tangan Ara.

Sesampainya di depan rumah Arka tak lekas masuk ke dalam rumahnya sendiri, tapi malah mengikuti Ara dibelakangnya.

“Bu, Ara pulang...”sambil menyelinap masuk karna pintu depan terbuka.

“Ra, kok gres pulang? Dari tadi Desi nungguin kau loh....tuh dia lagi bantuin ibu masak di dapur.” Dengan gemas bu Santika mencubit pipi putri semata wayangnya itu.

“Maaf bu, tadi Ara main sebentar di taman depan sana.” Ara kemudian mencium pipi ibunya.
“Tante...” sapa Arka mengejutkan bu Santika yang sedari tadi tak menyadari kehadiran Arka.

“Loh, ada Arka juga. Kebetulan tante lagi masak, kita makan siang bareng-bareng yah.”

“Ara....tega banget dari tadi saya nungguin kau tau. Ke mana aja sih? Tiba-tiba Desi muncul. “eh, ada kak Arka juga...” Desi tersipu aib ketika Arka menoleh ke arahnya.

Sejak dikala itu Desi sering tiba ke rumah Ara, bahkan Desi juga sering terlihat jalan bareng dengan Arka. Bahkan dikala hari di mana kelulusan Arka yang mana sekolah mengadakan syukuran dalam  bentuk pesta Arka berpasangan dengan Desi.

---------@@@@---------

“Hai Ra? Kok sendirian aja? Ada yang lagi ditungguin?” Rio tiba-tiba menepuk pundak Ara.

“oh, kak Rio. Ga ada kok.” Singkat Ara tanpa menyadari sedari tadi Rio memperhatikannya.

Dengan perasaan kecewa, Ara pulang lebih awal dari semua yang hadir di pesta malam itu.

“Ayah, saya merindukanmu.” Bisik Ara pada dirinya sendiri. Sebelum masuk rumah Ara menyeka airmatanya dan memastikan bahwa dirinya baik-baik saja. Tak boleh terlihat bekas airmata mengalir dari kedua matanya. Ia tak ingin hal ini diketahui oleh siapapun dan tak ingin menciptakan ibunya khawatir.

“bu, Ara pulang.”

“loh, gres jam setengah sembilan kok udah pulang? Katanya hingga jam sepuluh.”

“iya bu, Ara agak gak yummy badan, jadi pulang duluan.”

“pulang sama siapa? Arka?”

“sendiri. Maaf yah bu, Ara pribadi masuk kamar saja.”

“ya sudah, istirahat yah sayang. Mungkin kau kelelahan.” Bu Santika seakan menyadari kondisi yang sedang dialami putrinya tak ingin banyak tanya wacana dia dan teman-temannya. Karna dia sendiri tahu menyerupai apa anaknya itu. Ara lebih suka menyimpan semuanya sendiri, meski ibunya lebih menginginkan Ara mau terbuka dengannya. Watak Ara sama persis menyerupai ayahnya. Tertutup namun orangnya selalu ingin menciptakan oranglain bahagia.

“Sayang? Udah tidur?” ibunya menghampiri Ara yang tengah berbaring membelakangi ibunya. Ia menyembunyikan tangisnya biar tak tampak. “Sayang, yang tabah yah. Dalam hidup ini memang ada senang juga ada sedih, ada cinta juga ada kecewa, ada hidup dan mati. Semua memang sudah digariskan oleh Tuhan untuk tetap kita syukuri apapun yang kita alami. Dan ibu selalu berdo’a semoga Ara besar lengan berkuasa menjalani itu semua. Met istirahat yah sayang.” Sambil membelai rambut panjang putrinya bu Santika mencoba menenangkan hati Ara. Sebelum meninggalkan kamarnya tak lupa ia mencium kening putri kesayangannya itu.

Tiba-tiba Ara berdiri dan memeluk ibunya. “aku menyayangimu bu.”

“ibu juga menyayangimu sayang.” Sembari senyum ia memeluk Ara. “dah malam, kau istirahat yah, ibu jga mau istirahat.”

“ok. Ibuku sayang. Makasih yah bu.” Ara mencium pipinya.

Setelah menutup pintu, Ara pribadi menuju meja belajarnya dan kembali menuliskan sesuatu.

21 Juli  2014

Andai tak berandai-andai. Seandainya akulah yang berada di sampingnya. Bergandengan tangan dalam pesta dansa malam itu. Tuhan, apapun yang terjadi...aku tetap mencintainya. Aku ingin dia senang meskipun bukan saya yang kan menjadi sumber kebahagiaannya.

---------@@@@---------

“Ra, saya mau kuliah ke Singapura.” Arka mengawali pembicaraan di sebuah senja satu hari sesudah insiden malam itu.

“Singapura? Kenapa harus di sana? Universitas di sini juga tak kalah anggun kok.” Timpal Ara setengah terkejut.
“Ayahku menginginkannya. Besok pagi saya akan berangkat. Menurut kau gimana Ra ?”

“Bagus. Ya sudah . . .kamu nurut aja. Setiap orangtua niscaya menginginkan yang terbaik untuk anaknya, tak terkecuali orangtuamu.” Dengan menunduk Ara mencoba untuk tetap tenang.

“Tapi Ra. . .” Belum sempat melanjutkan kata-katanya Ara berdiri dari kawasan duduk dan berlalu menuju kamarnya.

“maaf Kak . . .Ara ke kamar dulu yah, kepala Ara agak pusing.”

“oh, ya udah, kau istirahat dulu. Aku mau ke rumah Desi.” Arka pergi meninggalkan rumah Ara.

Ara pribadi menuju ke kamarnya dan mengunci pintu. Ara menyembunyikan tangisnya dari diketahui orang lain terutama Arka. Ara meninggalkan Arka yang tengah mengajaknya bicara dan menyampaikan kepalanya sakit itu hanyalah sebuah alasan belaka. Sejujurnya karna ia tak sanggup lagi membendung airmatanya.

22 Juli 2014

Tuhan, haruskan ia pergi? Tak kah kau ijinkan saya tuk terus bersamanya?
Tuhan, saya ingin selalu. . .
Melihat senyumnya, mendengar suaranya. Jagakanlah dia untukku wahai Tuhanku.

---------@@@@---------

Jam sudah menawarkan pukul 07.00 WIB namun Ara masih terpaku di dalam kamarnya. Hanya memandang hampa pada sebuah fotonya bersama Arka dan ibunya. Padahal pesawat yang  akan ditumpangi Arka akan  berangkat sekitar 1 jam lagi.

“Ra, kau gak ikut ke bandara? Tadi pagi Arka pamitan ke ibu dan menitipkan sesuatu untukmu. Dia bilang gak bisa kasih pribadi ke kamu,khawatir menggangu istirahatmu.” Bu Santika menyodorkan sebuah amplop putih bertuliskan Dear:  Ara . Bu Santika lantas meninggalkan Ara sendirian di kamar. Dengan perlahan Ara membukanya ,

Untukmu Ara yang amat kusayangi,

Ra, mungkin kau terkejut dengan sebutan diatas. Perlu kau ketahui bergotong-royong saya menyukaimu, saya menyayangimu, bahkan saya teramat mencintaimu. Sejak saya mengenalmu hampir 3 tahun yang lalu. Aku pribadi jatuh  hati padamu. Maafkan saya yang selama ini hanya bisa mencintaimu secara diam-diam. Aku takut kau menolakku, lantas kau akan menjauhiku. Sebenarnya kemarin saya akan menyampaikan ini padamu tapi katamu kau sedang tak yummy tubuh lantas kau meninggalkanku sendiri . Aku harap kau tak murka apalagi membenciku karna suatu hal  dari tindakanku. Jaga diri baik-baik yah.

Dari Arka yang mencintaimu

Tak terasa air hangat membasahi pipinya. Tangisnya tak tertahankan lagi ketika Desi menelponnya dan menceritakan semuanya. Kedekatan Desi dengan Arka selama ini ternyata tak menyerupai yang Ara duga. Meskipun Desi menyayangi Arka tapi ternyata Arka hanya menyayangi Ara. Arka sering bersama Desi hanya sekedar untuk mencari tahu semua wacana Ara.

“Ra, kau juga menyayangi Arka kan? Katakanlah padanya bahwa kau mencintainya. Sebelum semua terlambat.” Suara di ujung telepon menggugah hatinya untuk melaksanakan sesuatu.

Tanpa pikir panjang Ara pribadi bergegas menuju bandara.Namun sesampainya di bandara Ara melihat banyak kerumunan orang dan juga dari kepolisian beserta ambulans dan kendaraan beroda empat pemadam kebakaran. Dari informasi petugas setempat memberitahukan bahwa pesawat yang ditumpangi Arka meledak sesaat sesudah pesawat lepas landas. Belum sanggup dipastikan mengenai jatuhnya korban.

“Ya Tuhan...lindungilah Arka.”

---------@@@@---------

23 Juli 2014

Tepat berada di atas pusaranmu,
aku berdo’a untukmu, duhai kasihku
Aku yang kau tinggalkan sendiri
Tanpa instruksi tanpa sebuah kepastian

Aku sendiri terpaku dalam sunyi
Tanpa hadirmu kini
Tanpa kudengar lagi suaramu
Tanpa kulihat lagi senyummu

Semoga kau hening di sana
Meski waktu tlah memisahkan kita
Raga tak lagi jumpa
Namun kau kan slalu ada
Dalam relung sebuah rasa

“Ayo nak kita pulang, hari sudah sore semua orang tlah meninggalkan kawasan ini.” Suara bu Santika yang tegar mengajak Arka tuk kembali ke rumah.
Arka lantas menutup buku diary milik Ara yang sekarang berada dalam genggamannya.

“maafkan Arka tante...seandainya saja Arka tak pernah pergi ke manapun. Seandainya Arka tetap di rumah semua ini tak akan pernah terjadi.” Arka menangis dalam pelukan bu Santika yang justru jauh lebih tabah harus kehilangan anak semata wayangnya.

“sudahlah Arka, semua ini memang sudah kehendak Tuhan. Kita hanya insan biasa hanya bisa menjalani dengan ikhlas.” Bu Santika mencoba tetap besar lengan berkuasa di depan Arka.

“iya kak, ini sudah takdir. Kita yang masih diberi kesempata di dunia ini hendaknya mendo’akan Ara agar  tenan di lam sana.” Tambah Desi yang juga sesungguhnya terpukul dengan insiden hari itu. Seandainya ia tak menelpon Ara pagi itu. Seandainya ia tak menyuruh Ara untuk menyusul ke bandara mungkin semua akan jauh berbeda. Ara yang tengah menangisi Arka yang dipikirnya menjadi korban meledaknya pesawat itu, melihat sosok Arka yang tengah berdiri di   ujung jalan luar bandara lantas berteriak memanggil Arka dan pribadi berlari untuk menghampirinya. Namun sesuatu di luar dugaan terjadi. Ara tak melihat ada sebuh kendaraan beroda empat yang tengah melaju dengan kecepatan tinggi hingga menabrak tubuhnya. Ara terhempas dengan darah bercucuran di kepalanya. Arka yang menyaksikan insiden tersebut pribadi membawa Ara ke Rumah Sakit, namun takdir tak sanggup dibantah, Ara menghembuskan nafas terakhir dalam perjalanan menuju Rumah Sakit.

Arka masih teringat dengan terang kta-kata yang Ara ucapkan sebelum hasilnya ia meninggal bahwa Ara menyayangi Arka menyerupai Arka menyayangi dirinya.

---------THE END----------

Bagaimana sobat? Mengharukan sekaligus menyedihkan bukan? Tak seharusnya cinta yang semestnya senang karna kedua insan saling menyayangi namun harus berakhir perpisahkan yang tak sanggup lari dari kenyataan bahwa selesai hidup telah memisahkan. Sampaikanlah cinta anda dengan benar bila memang sudah semestinya. Jangan hingga orang yang anda cintai pergi dari hidup anda padahal dia juga menyayangi anda.
Buat lebih berguna, kongsi:
close